Ketahuan Berselingkuh
- Home
- Perselingkuhan
- Ketahuan Berselingkuh
Mungkin ini adalah kesalahanku menerima wanita yang dulu pernah kutaksir habis-habisan menjadi pegawaiku. Namanya Vina.
Awalnya dari pertemuan tak terduga di sebuah mall, berakhir di cafe. Kami berbincang-bincang banyak dan ia bercerita ia baru saja terkena PHK karena perampingan perusahaan.
Ketika ia bertanya apakah aku bisa memberikannya pekerjaan. Otakku berkata “Jangan” tapi hatiku berkata “Yes” dan itu lah yang terlontar dari kedua bibirku.
Aku pun harus membayar konsekuensinya. Bertemu dengan wanita yang pernah mencuri hatiku setiap hari di kantor sungguh adalah penyiksaan. Karena saat ini aku sudah memiliki seorang istri.
APalagi Istriku kini di mataku adalah sessosk wanita yang membosankan. Mirip wanita kutu buku yang canggung dalam bersikap dan sering merasa rendah diri.
Setiap hari bangun di sisinya dan melihat wajahnya yang kuyel, membuatku susah untuk tidak beralih kepada sosok yang kini di depanku memberikan map laporan.
“Pak, pak…ini laporannya dah sudah selesai ya,” ucapnya membuyarkan lamunanku.
“Eh eh iya ya ya… laporan… selesai.. bagus kerja kamu… cepat ya…”
Aku terlena oleh sosok yang memakai jilbab ini. Meskipun aku berbeda agama dengannya, tapi itu tidak menghalau rasa ketertarikanku padanya.
Apalagi kadang aku bisa mengira-ngira montoknya tubuh yang ada di balik pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya itu.
“Ada lagi, pak pekerjaan yang harus dilakukan?”
“Mmm, mm… ada…ada ini urusan penagihan, kamu telpon-telponin klien-klien yang belum bayar ya.”
“Iya pak. Ada lagi?”
“Itu saja.”
“Baik saya permisi dulu ya pak.”
“Iya”
Ketika ia berdiri, hmm….. bisa kulihat daerah pantatnya yang bahenol bergerak ke kiri dan ke kanan seiring ia melangkah.
SShh…. Virsan… stop thinking like that… ucapku pada diriku sendiri, berusaha mengingatkan diriku, bahwa di rumah sudah ada istri. Sekejab melintas bayangan Istriku yang memakai kacamata sedang memasak dengan baju lusuhnya yang sangat ia suka kenakan. Adem katanya. Uggh….
Sementara wangi parfum Vina meninggalkan jejak di ruanganku membuatku sulit berhenti untuk berselingkuh di pikiranku.
Beberapa bulan Kemudian aku selalu berusaha untuk tetap setia. Dan aku berusaha untuk mengemballikan romantisme dengan istriku. Sesekali kubelikan ia bunga dan kami makan malam di luar yang agak fancy. Kami berbelanja lingerie, agar kehidupan di atas tempat tidur lebih bergairah.
Tetapi usahaku tampak sia-sia. Sikap istriku yang tidak percaya diri itu membuatku turn off. Ia selalu merasa tidak cantik, tidak pandai, kalau melakukan sesuatu yang baru pasti ia bilang tidak bisa, pasti berantakan.
Ini kebalikan dengan Vina yang meskipun tetap suka salah, tapi ia memilik rasa konfiden kalau ia pasti bisa.
Lalu terjadi suatu kejadian yang menggeser segala sesuatunya.
Istriku sedang haid dan menolak untuk berhubungan seks. Padahal minggu itu aku benar-benar sangat bergairah. Mati-matian aku menahan rasa ini. Setiap melihat cewek cantik di jalan, rasanya ingin segera mengejar dan membuka bajunya dan bercinta saat itu juga.
Setiap kali kuminta jatah dari istriku, ia menggeleng, “Gak Mas lagi dapet.”
Pusing aku.
Pada hari Sabtu ketika karyawanku sudah pulang jam 14.00 siang. Virna masih bekerja menyelesaikan tugasnya di meja kerjanya.
Kuperhatikan dirinya yang tampaknya bekerja dengan sungguh-sungguh dari balik kaca hitam yang memisahkan ruanganku dengan ruangan karyawan.
“Vina masuk ruangan saya,” panggilku lewat intercom.
Dari balik kaca hitam yang memisahkan ruangananku dan ruang karyawan, bisa kulihat ia menengok kiri dan kanan, menyadari, bahwa sudah tidak ada orang di kantor. Ia sekilas tampak ragu. Tapi akhirnya ia berdiri dari kursinya dan menuju ruanganku.
“Tok! Tok! Tok!”
“Masuk!”
Vina membuka pinta dan melangkah masuk ke dalam ruangan kerjaku yang ber-AC. Ia memegang map yang ia dekap menutupi buah dadanya. Bikin aku tambah penasaran saja.
“Duduk Vina.”
“Ya, Pak.”
“Gimana kerjaannya sudah selesai?”
“Sedikit lagi, pak. Tinggal menyusun anggarannya saja.”
“Oh begitu,” jawabku manggut-manggut.
“Vina.”
“Ya?”
“Pacar kamu yang dulu masih jadian?”
Vina menggeleng sambil menunduk.
“O Maaf,” Ucapku. Padahal di dalam hatiku bersorak kegiarangan.
“Vina saya ada sesuatu yang harus saya sampaikan.”
“Apa pak?”
Aku mengetuk-ngetukkan ujung penaku ke meja. Seolah ada sesuatu yang berat harus kukatakan. Vina tampak gelisah, mengira-ngira ada hal apa.
“Saya harus mem-PHK kamu.”
Mata Vina langsun membelalak. Kepalanya menggeleng.
“Jangan pak…. ayah saya sedang sakit, saya butuh uang. Jangan PHK saya. Saya akan bekerja lebih giat lagi. Tolong pak,” pinta Vina dengan berkaca-kaca.
“Sayang sekali, HR mengatakan ternyata kami sudah kelebihan orang. Kami perlu memotong biay oeprasional kantor.”
“Tolong pak, jangan pecat saya…,” ucapn Vina setengah merengek, “Saya akan lakukan apa saja.”
“Apa saja?”
Vina menggingit bibirnya sambil mengangguk. Ia menarik nafas panjang. Seolah ada beban berat yang ia pikul saat ini.
Ia letakkan map yang menutupi buah dadanya di mejaku. Ia berdiri dari tempat dudukny dan berjalan menuju tepi meja kerjaku. Ia terdiam sejenak. Kemudian ia menempelkan daerah kemaluannya ke ujung meja.
“Apa aja pak,” ucapnya sambil menitikkan air mata. Lalu ia menekan-nekan daerah kewanitaannya di sudut meja.
Aku terdiam menelan ludah, menyaksikan adegan yang membuat jantung berdegup kencang, dan adik di dalam celanaku menegang.
Sesekali ia terdengar suara dari hidungnya yang basah. Ia seka bulir-bulir air dari pipinya yang mengalir.
Di satu sisi aku rada tak tega melihat gadis yang kutaksir ini menangis, tetapi di sisi lain, aku sedang butuh pelampiasan hasrat sexual.
Aku bangkit dari kursiku, dan berjalan, berdiri di belakangnya. Kupeluk tubuh Vina dari belakang. Ia terasa lebih berisi dari istriku. Harum semerbak shampo tercium di hidungku, saat kusentuhkan pipiku ke pipinya.
Kutelusuri ruas bibirnya dengan ujung jari telunjukku
Kutarik dagunya, dan kukecup bibir itu.
“Vina…,” panggilku dengan suara agak bergetar.
“Ya pak…”
“Buka rok kamu…”
Vina menunduk dan terdiam. Lalu ia menarik resleting yang ada di samping pinggulnya.
“Srrrrttt….,” terdengar suara zipper yang ditarik turun dan ia membuka pengaitnya.
Kupegang tepian rok Vina, dan kuturunkan seraya berjongkok. Seperti sedang membuka tirai dari grand prize acara kuis. Aku pun dapat melihat bagian bawah tubuh bagian belakang Vina mulai dar bongkahani pantatnya yang berirsi, pahanya, yang montok dan betisnya yang Wah
Gak tahan kukecup pantatnya yang masih berlapis celana dalam.
“Awh pak..,” rintih Vina.
Aku berdiri lagi, dan kubalikkan tubuh Vina. Vina memalingkan wajahnya tidak berani menatapku. Berulangkali ia menyeka air matanya.
“Vina…”
“Ya pak?” dengan suara terisak.
Kuremas dada kanannya. Ia diam saja kupegang bagian privatnya.
Aku berbisik di telinganya, “Pasti enak ya, kalau kita bisa melakukan ini bersama ibumu.”
Vina menoleh dan menatapku terkejut. Wajahny makin tak karuan. Ia menggeleng.
“Ayo telpon ibumu, minta ia datang…. biar kamu tidak dipecat.”
Kusodorkan HP ku.
“Jangan, pak. Saya saja. Saya lakukan apa saja yang bapak minta, jangan libatkan ibu saya….”
Aku mendengus pura-pura kecewa. “Ya sudah, pakai bajumu, silahkan pulang. Nanti akan saya kirim gajimu ke bank.”
Aku kembali duduk dan membuka-buka beberapa laporan kerja di mejaku.
Vina hanya berdiri di tempatnya. Pundaknya mengisut. Terdengar suara hidung yang basah. Beberapa saat ia terdiam. Sebelum akhirnya kudengar suara tombol HP layar ditekan, “Tut..tut. tut..tut…”
Aku tersenyum membayangkan kenikmatan ganda yang bisa kuperoleh nanti.
“Halo..siapa ini?” Terdengar suara dari ujung sana.
“Ibu…,” ucap Vina sesegukan.
“Vina…Vina.. kamu kenapa?”
“Ibu… ibu bisa ke kantor Vina gak?”
“Memang ada apa?”
“Tolongin Vina ya bu…..”
“Kamu kenapa nak?”
“Ibu naik taksi, nanti VIna ganti uangnya.”
“Nak, apa yang sedang terjadi…?”
“Maafin Vina, ya bu…”
“Vina, jangan bikin ibu khawatir, ada apa?”
“Vina tunggu ya, bu.”
“Vina..VIna…”
Lalu Vina menutup HPnya.
30 menit kemudian ibu Vina datang. Dapat kulihat sesosok wanita mengenakan jilbab lebar yang menutupi hingga seluruh bagian atasnya dari kaca hitam.
“Itu ibumu?”
“Iya pak….”
“Bukakan pintunya.”
Vina menekan gagang pintu ruang kantorku. “Cklek.”
Daun pintu itu terbuka. Kubuat hanya kepala Vina yang nampak. Sementara aku penisku sedang keluar masuk vaginanya.
Ibu Vina tampak keheranan melihat kepala putrinya muncul dengan posisi yang tidak biasanya. Kupercepat goyangan pinggulku sehingga kepala Vina pasti tampak sedang maju mundur.
“Vina? Kamu kenapa? sedang apa?”
“Ibu.. ah.. ahh.. ah… masuk kemari bu…”
Tap…tap..tap… terdengar langkah kaki bergegas.
“Astagaaaaa….” pekik ibu Vina kala masuk ke ruanganku dan melihat putrinya sedang di doggy style olehku. Ia lagsung melabrakku dan mendorongku utnuk menjauh dari putrinya.
Aku sampai tersandung dan jatuh di atas sofa kulitku.
“Apa yang sedang kamu lakukan!” Tanyaku pada diriku sambil menunjuk-nunjuk, “Kurang ajar kamu ya…hm!” teriaknya dengan nada gemas seraya mengambil buku telpon dari rak bukuku, dan memukul-mukulnya ke tubuhku dan kepalaku.
“Ibu..ibu… jangan bu…,” pekik Vina ketakutan.
“Ada apa ini! Kenapa kamu melindungunya?” Tanya ibu Vina heran bercampur marah.
“Nanti Vina kena pecat, bu….. kita butuh uang….,” Vina berlutut dan memeluk kaki ibunya.
“Apa? Dipecat… ini siapa? Bosmu?”
“Iya….”
“terus kenapa kamu telanjang-telanjang begini?”
Aku berdiri dari sofa dan berjalan mendekati mereka. Kuraih kepala Vina dan memasukkan penisku ke mulutnya.
“Karena Vina harus melakukan apa saja yang saya mau agar tidak diberhentikan.”
Mata Ibu VIna membelalak ketika aku penisku berada di dalam mulut putrinya.
“Tante bersedia untuk membantu Vina agar tidak di PHK bukan?” Tanyaku sambil meletakkan tanganku di atas payudara kanannya. Kulakukan itu untuk mencoba melihat reaksinya, apakah ia akan menurut atau menolak.
“Saya dengar suami ibu sedang sakit parah ya? Butuh bayar obat-obatan.”
Lalu kuremas dadanya ibu Vina. Ia mengernyit. Bisa kulihat ia kesal dengan apa yang kulakukan. Tapi ia pasti juga sedang memikirkan masalah keuangan yagn sedang dihadapinya. Sebab ia tidak menepis tanganku.
Jemariku berpindah perlahan kebawah, dengan kelima jarinya saling menutup rapat membentuk sekop, dan kusekop daerah kewanitannya, berkali-kali, dan ia diam saja.
Lalu wanita setengah baya itu mengangguk. “Baiklah…asal Vina jangan bapak pecat.”
Kucabut penisku dari mulut Vina.
Mereka berdua lalu berpelukan. Vina menangis di pundak ibunya.
“Maafin Vina, bu.”
“Sshh… sudah gak apa-apa.”
“Vina…”
Vina menoleh ke arahku.
“Sekarang telanjangi ibumu…”
Mereka berdua saling bertatap pandang, mendegar permintaanku. Ibu Vina mengangguk, agar putrinya melakukan perintahku. Ia berbalik. Vina lalu menggapai resleting yng ada di punggung ibunya. “Srrrrrtttttt….” Kulihat punggungnya dan seuas pengait BH terbuka. Kemudian Vina melolskan gamis ibunya dari pundak jatuh ke bawah.
Kini tubuh Ibu VIna hanya tertutup jilbab lebar dan pakain dalam.
“Vina, kamu juga donk buka bajunya, biar adil…”
Ia menurut.
“Bagus… sekarang kalian berdua ciuman…dan usap-usap kemaluan kalian satu sama lain ya…”
Bibir Vina dan ibunya berpadu dan saling mengecup. Jemari Vina masuk ke dalam CD ibunya. Kain yang menutupi aurat ibunya menggelembung tercetak tangan VIna yang bergerak-gerak. Setiap kali kulihat tangannya seperti menekan-nekan, si tante melenguh, “mmhh….”
Sementara jemari ibunya menggapai kemaluan putrinya dan menggesek-geseknya membelah belahan kemaluannya.
“Shh…ah..bu…”
Kudekati mereka berdua dan kutepuk kedua pantat mereka, dan meremas-remasnya gemas.
“Kalian berdua benar-benar semok.”
Aku berjongkok di belakang ibunya Vina, dan kutarik turun setengah paha CDnya. Bisa kulihat jari telunjuk dan tengah Vina mengelus dan menusuk masuk ke dalam lubang ibunya secara begantian.
“Vina…ahhh,” terndengar lenguhan si tante.
Sebentar saja aku bisa melihat kemaluan ibu Vina menetes cairan kewanitaan.
Aku jadi curiga.
Aku berdiri dan menangkup buah dadanya dari bawah penutup jilbab. Kupelintir-pelintri sambil berbisik di telinganya, “Tante… kepengen yah… ngesek sama putri tante…”
“Ah enggak, tante terpaksa demi Vina.”
Aku tak percaya begitu saja.
“Ya sudah, ke sofa gih, silangin kaki kalian dan saling gesek-gesekin kemaluannya.”
Vina tampaka canggung mendengar permintaanku.
“Silangin bagaimana?”
Tanpa menjawab aku dorong mereka ke arah sofa. lalu mereka duduk.
“Buka lebar kakinya”
Mereka pun membukan kedua kaki mereka. Aku samapi menelan ludah, melihat belahan kemaluan mereka. Setelah itu aku posiskan mereka, hingga kakin mereka menyilang dan kemaluan mereka menempel.
“Ayo mulai digesek-gesek…”
Ibu Vina berinisiatif memulai duluan. Vina menutup mulutnya dengan tangannya. Pasti ia merasakan kenikmatan dan tak ingin suaranya keluar.
Dan dugaanku terbukti. Ibu Vina dengan memejamkan mata, menggerak-gerakkan pinggulnya dengan sangat agresif. Vina pun terlihat tak tahan. Ia sampai mengernyitkan alisnya, dan mulutnya terbuka. “Ah ah ah ah…”
Aku mendekati Ibu VIna dan berbisik, “Enak tante…?”
Dengan mata sayu dan suara lirih ia berkata, “Enak….”
“Benar kan tante ingin ngeseks dengan putri tante….”
Si tatne menggeleng. “Gak ini terpaksa….”
Masih saja si tatne tidak mau mengakui.
Aku mendekati Vina.
“Vina..”
“Ya pak?”
“Sekarang jilatin vagina ibu kamu, yah. Bapak mau tusuk kamu dari belakang…”
“Astaga…” kudengar ibu Vina bergumam, sambil menutp wajahnya dengna tangan.
Vina juga diam seribu bahasa.
Vina mengambil posisi diantara keuda paha ibunya. Dan aku di belakang pantat VIna. Kuarahkan batangku ke lubangnya. “Slllppp…” penisku masuk.
“Ayo Vina, mulai jilatin kemaluan ibumu…,” pintaku sambil mulai memompa lubangnya.
Kulihat kepala berjilbab Vina mulai mendekat ke kemaluan sang ibu.
Si tante langsung menganga, merasakan lubangnya dijilat Vina.
Tak lama ia mulai meracau…,”Shh.. ah. ahh… Vina… terus… nak… jilatin memek ibu….”
Ditengah lagi enak-enaknya threesome… tiba-tiba pintu ruang kerja di buka. Cklek…!
Aku kaget setengah mati. Siapa lagi yang ada di kantor?
Astaga ternyata istriku….
“Prang!” ia menjatuhkan rantangan ke lantai. Ia pun buru-buru pergi meinggalkan ruangan.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung mencabut penisku dari lubang VIna, memakai celnaku dan mengejar istriku. Saat aku melangkah keluar ruangan, aku melihat isi dari rantangan yang tercecer di tanah. Rupanya istriku membawakan makanan untukku.
“Natasha!” teriakku memanggil istriku.
Aku langsung lari.
Aku mencoba mengejarnya, tapi ia sudah masuk ke dalam taksi duluan dan pergi.
Habis sudah. Pikirku. Rumah tanggaku pasti berakhir sampai di sini.
Aku kembali ke ruang kerjaku. Kupersilahkan Vina dan ibunya untuk pulang.
Kutenggelamkan diriku di dalam pekerjaan kantor. Aku berpikir berulang-ulang. Di rumah nanti aku harus menghadapi istriku. Apa yang akan terjadi. Aku sudah memikirkan hal-hal terburuk yang mungkn terjadi.
Setibaku di rumah. Istriku sudah tidur. Aku berganti baju dan meletakkan badanku di atas tempat tidur, di sebelah istriku. Sungguh canggung rasanya.
“Sudah pulang?” tiba-tiba istriku bertanya. Rupanya ia belum terlelap.
Aku diam, lidahku terkunci.
Ia membalikkan tubuhnya ke arahku. Dan ia menatap mataku dengan pandangan tajam. Jelas ia menungguku.
“Siapa kedua wanita bugil yang di kantormu itu?”
“Ee.. pegawaiku dan ibunya…”
“Oh..kok bisa ibu dan anaknya begituan?”
“Eh… aku ancam akan pecat anaknya, kalau gak mau.”
“Itu kan incest….”
“iya”
Raut wajah Istriku menunjukkan ada ssuatu dalam pikirannya.
“Mas suka yah yang kayak begituan?”
“Eh..biasa saja…”
“Jangan-jangan mas berpikiran yang sama ya antara aku dan ibuku?”
“Gak lah!”
“Bohong! Kenap sih mas gak mau jujur sama aku?”
“Aku gak bohong….”
“Masss… kenapa mas selingkuh…?”
Tiba-tiba istriku memelukku.
Terdengar suara isak.
“Apakah karena aku gak bisa ngelayani mas dengan baik?”
“Bukan begitu…”
“Mas suka yang seperti begituan ya…? Jujur aja mas…”
Aku terdiam…
“Gak papa mas… jujur ajah…,” bisik istriku.
“Ehm…ya…mas suka…”
“Mas pernah bayangin aku dan ibuku begituan?”
“Ya…pernah…”
Istriku terdiam. Tanpa berbicara apa-apa lagi ia membelakangiku dan tidur.
Aku dibuat bingung. Aku kira dia akan marah besar. Tapi entah juga, dibilang tidka marah juga tidak. Ah ya sudah, aku tidur saja.
Keesokan harinya, saat aku terbangun istriku sudah tidak ada di sampingku. Tercium aroma kopi dan roti bakar di sebelahku. Apakah istriku yang membuatkannya untukku?
Di luar kamar pun terdengar suara-suara aktivitas.
Kusruput kopi itu dan kugigit roti isi telur dan ham. Aku pun bangun dari tidur dan keluar dari kamar.
Dari arah dapur terdengar suara seperti orang yang sedang memasak. Ketika kuhampiri, aku terkejut. Mertuaku ku ada di situ. Istriku menoleh menyadari kehadiranku. Tapi ia tidak bicara apa-apa dan lanjut mengambil sayur-sayuran dari kulkas dan memotong-motongnya di atas talenan.
“Eh Virsan sudah bangun?” sapa ibu mertuaku.
“Ee iyah… Natasha kok gak bilang ibumu mau datang?” tanyaku keherana.
Istriku diam saja.
“Natasha ditanya suamimu kok gak jawab…?” komentar ibu mertua.
“Iyah.. ibu kan sendirian di rumah, aku undang ke sini untuk makan siang bersama kita.
“Oooo….”
Aku tak tahu ada apa ini. Rasanya alasan yang diberikan istriku mengada-ngada.
Tapi ini kesempatanku untuk menghayalkan mereka berdua dalam imajinasiku pikirku.
Mata istriku memandangiku. Aku kaget. Jangan-jangan ia tahu apa yang sedang dalam pikiranku. Aku langsung berbalik badan meninggalkan mereka dan pergi mandi.
Sekitar jam 11, kami makan siang. Usai bersantap, mereka berdua membereskan meja dan mencuci piring.
Tapi sebelum itu istriku menyuruhku melakukan sesuatu yang aneh.
“Mas..kemari…,” tarik istriku masuk ke kamar tidur untuk tamu, “Mas masuk ke lemari ini.”
“Hah? NGapain aku di sini.”
“Sudah deh, jangan banyak tanya, aku masih marah, mas selingkuh.”
Diungkit masalah selingkuh, membuatku merasa berasalah dan tak berani membantah.
“Pokoknya mas jangan keluar, sampai aku kasih tanda.”
“Ada apaan sih?”
“Dah masuk, jangan bantah.”
Brek, aku dikurung di dalam lemari. Berkas-berkas cahaya matahari masuk dari antara sela-sela bilah lemari.
5 menit kemudian. Aku mendengar suara istriku dan ibu mertua bercakap-cakap. Makin lama makin jelas.
Breg! suara pintu kamar ditutup.
“Kamu ingin bicara apa, nak?”
“Kemari bu…”
Aku mengintip mereka dari antara bilah lemari.
Mereka duduk di atas tempat tidur.
“Ibu…”
“Ya, ada apa sayang?” tanya ibu mertuaku sambil mengusap-usap kepala istriku.
“Ibu ingat gak, waktu aku 8 tahun yang dulu ibu pernah perbuat ke aku?”
“Apa?”
“Yang waktu aku sedang di kamar….”
“Yang mana? Enggak ingat apa-apa, ibu.”
“Waktu ibu ceritain dongeng tentang timun mas…”
Ibu mertuaku terdiam.
“Natasha, ibu kan sudah minta maaf. Kenapa kamu ungkit lagi…?”
“Waktu itu terakhir ibu cerita, kalau ibunya timun mas, membawa dia ke hutan. Lalu di hutan, ia disuruh buka baju….abis itu… timun masnya diapain…?”
“Natasha… apa maksud kamu…”
“Waktu ibu cerita di bagian itu… tangan ibu masuk ke dalam piyama Natasha kan…?”
Aku menelan ludah, mendengar percakapan mereka.
“Natasha… udah ah… itu masa lalu…”
Istirku mengambil tangan ibu mertuaku, dan memasukkan ke dalam CDnya. Lalu ia mengambil posisi tiduran, sementara ibu mertuaku tetap duduk.
“Natasha? Jangan…ah…”
“Timun masnya diapain bu, setelah buka baju di hutan?”
“Natasha, kamu kenapa sih…?”
Kulihat tangan istriku masuk ke dalam rok ibu mertuaku. Tampak ibu istriku memejamkan matanya dan sepertinya gugup.
“Setlah timun mas disuruh buka baju oleh ibunya… sang ibu menyelipkan jarinyanya di antara belahan kemaluan timun mas…jemarinya membelah vaginanya berkali-kali dengan gesekan-gesekan maju dan mundur.”
“Timun masnya suka gak digituin, bu?”
“ya, dia suka, sampe dia juga mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya, mengikuti gerakan tangan ibunya.”
“Timun masnya masih kecil kan, bu?”
“Iyah, 8 tahun…”
“Kok ibunya gituin anaknya?”
“Karena dia sayang….Mmhh…. Natasha….”
“Iyah….”
“Ibu buka baju kamu boleh?”
“Boleh….”
“Yakin gak marah…? Dulu kan kamu marah…”
“Ibu horni yah?”
Ibu mertuaku tak menjawab, ia lucuti semuah kain yang menutupi tubuh istriku. Kemudian ia menatap tubuh putrinya.
“Natasha, kenapa kamu berubah pikiran?”
“Karena aku ingin bercinta dengan ibu…..”
Aku sudah tegang tak tahan memperhatikan mereka berdua. Aku pun mulai mengocok di dalam lemari.
Istriku membelkangi ibu mertuaku.
“Apakah timun mas, juga meremas-remas payudara ibunya seperti Natasha?”
“Mmhh…iyah….”
“Apakah timun mas juga menyisipkan tangannya ke selangkangan ibunya?
“Aaah…Natashaa..hh….”
“Mas Virsan…keluar mas…”
Ibu mertuaku, tampak kaget mendengar namaku dipanggil.
Kreeekk.. aku membuka pintu lemari tempatku bersembunyi.
“Virsan!”
Ia langsung mentupi tubuhnya dengan ekdua lengannya.
“Natasha, kenapa suamimu ada di sini?”
“Ibu, mas Virsan.. ingin Natasha bercinta dengan ibu…”
“Eh.. enggak kok…,” sergahku.
“Kenap sih mas bohong mulu? Aku berbuat ini untuk mas.”
Istriku marah. Ia pun melangkah keluar meninggalkan aku dan ibu mertuaku yang kelihatan canggung.
“Kmu melihat semuanya?”
“Iya…”
“Kamu pasti bingung yah, lihat orang tua seperti ibu?”
“Mmm…. enggak kok..”
“Apakah yang dibilang Natasha benar?”
“Yang mana?”
“Yang tentang kamu ingin lihat ibu bercinta dengan Natasha?”
“Ngg…”
“Ah sudahlah… mana mnungkin itu benar. Sudahlah jadikan ini rahasia kita saja yah.”
Ibu mertuaku hendak bangkit dan merapikan pakaiannya.
Aku buru-buru naik ke ranjang dan mendekatinya.
“Iya… itu benar… Virsan ingin Natasha bercinta dengan ibu…Bahkan…”
“Bahkan apa?”
“…..Virsan sekarang ingin ngeseks dengan ibu….”
Aku langsung mencium bibir mertuaku. Kurobek tshirntnya, tanpa izin lagi kuremas buah dadanya yang terbungkus bra.
Ia berusaha mentupui bukit kembarnya. Tp kuangkat keatas keuda tangannya dan kutahan dengna satu tangan.
“Virsan!”
Kumsukkan tanganku ke dalam CDnya dan mengelus-elus kemaluannya dengan gerakan berputar.
“Vir….owhhh……ahh…jangan….hentikan….aku mertuamu…”
“Memangnya kenapa….ibu juga ingin bercinta dengan anak sendiri, kan?”
“Gak… itu gak benar…”
“Apaynya yang gak benar, Virsan dan dengar sendiri kok dari tadi…”
Sementara itu jemariku dapat merasakan memek mertuaku mulai basah.
“Apa benar, ibu ngeraba-raba kemaluan Natasha waktu dia umur 8 tahun?”
“Enggak….”
“Ternyata Virsan punya metua seperti ini….menggairahkan….”
Seperti MMA fighter, aku berpindah posis berada di tengah-tengah tubuh mertuaku, pinggulku ada di antara kdua pahaku. Kuarahakan penisku ke lubangnya. Ia berusaha mendorong tubuhku, Tapi senjataku tak dapat lagi dicegah menerobos benteng surga dunia…
‘AAahh…..” Lenguhku, “Pengen banget lihat ibu bercinta dengan Natasha sekarang,,”
Kupompa terus tubuh mertuakua. Jalan lubangnya menjadi semakin licin.
“Memang kalau dulu Natasha gak nolak, ibu akan apain Natasha?”
“Shhh aahh… kamu kok nannya mancing-mancing sii…”
Kujilati telinganya lalu berbisik…, “diapain?”
“Ibu akan jilat-jilat lubangnya Natasha…kasih dia pengalaman oral pertamanya…”
“Basah donk kemaluannya.”
“Iya…..terus setiap hari sebelum dia masuk sekolah, ibu akan masukin tangan ibu ke roknya dan akan ibu masturbasiin kemaluannya, sampai dia orgasme.”
Aku gak nyangka ibu mertuaku punya keinginan seperti itu terhadap putrinya
“Ibu….” terdengar suara istriku dari arah pintu masuk.
Ia berdiri di situ mematung.
“Sayang kemari….,” panggilku.
Istriku berjalan dan naik ke atas ranjang.
“Natasha gak nyangka, ibu punya keinginan seperti itu.”
“Ibu sudah lama memendamnya, sejak kamu menolak ibu malam itu.”
“Maafin Natasha, yah gak mengerti perasaan ibu.”
IStriku lalu mengangkangi wajah mertuaku, berhadapan denganku.
“Sekarang, ibu boleh apain Natasha apa aja.”
“Sini ibu hisap selangkangan kamu,” kata mertuaku seraya menarik paha istriku hingga kemaluannya menempel di mulutnya.
“Awwh…ahh….”
Hari itu rasanya penisku jadi tambah panjang melihat istri dan ibunya speerti itu.
“Gimanah mas…ah ah… puas kan?”
Kucium istriku dan kuremas dadanya.
“Mas puas…”
“Gak akan selingkuh lagi kan…?”
“Gak…asal kamu dan ibumu…,” aku tak melanjutkan kata-kataku. Karena terlalu birahi membayangkannya.
“Ngeseks?”
Aku langsugn spanneng mendengar ucapan istriku. Kugenjot mertuaku tanpa ampun sambil berciuman dengan istriku.
“Mas napsu banget sih…”
“Aahh..ahh…ahhhh…,” aku gak bisa ngrontrol diri lagi. Satu sentakan kuat, membuat penisu melontarkan lahar panas ke dalam rahim mertuaku.
“Sayaaanngg… aku keluar di dalam lubang ibumu…”
Setelah hari itu… kami bertiga selalu bercinta di akhir pekan. 3 Bulan kemudia istriku positif hamil. Singkat cerita kami memiliki anak perepuan. Namanya Natali. Anak kami tumbuh besar. Pada ulang tahunnya yang ke 9, pada saat ia hendak tidur, istriku membacakan dongeng timun mas. Sementara aku bersembunyi di lemari memperhatikan mereka berdua.
“Lalu ibu timun mas, meminta timun mas membuka kain penutup tubuhnya….”
“Kenapa?” tanya Natali.
“Karena ibu timun mas melakukan sesuatu padanya”
“Apa?”
“Setelah timun mas melepas pakainnya, ibu timun mas menyelipkan tangannya ke antara pangkal paha timun mas.”
Sambil bercerita demikian tangan istriku menyisip ke antara pangkal paha putri kami.
Natali menggigit bibirnya dan berkata, “Terus?”
“Terus, diusap-usapa kemaluan timun mas.”
Dengan suara agak mendesah, Natali berkata, “Ah…terus…?”
“Terus ibu timun mas, berjongkok dan menjilati kemaluan putrinya.”
Lalu istriku membuka celana piyama dan CD Natali.
“Mama mau jilat kemaluanku yah? kayak ibu timun mas?”
“Iya, kamu mau tahu kan seperti apa, timun mas dijilat ininya?” kata istriku sambil mengelus kemaluan putri kami.
“Mau…,” jawab Natali dengan nada mupeng.
Istriku membuka dan mengankat kedua kaki Natali ke atas. Bisa kulihat belahan vaginanya yang belum berbulu merekah. Istriku menjulurkan lidahnya dan menyapu belahan vagina itu.
“Mmhh.. aah…kok enak sih ma…”
“Enak yah?”
“Iyah..ngghhh… maa… geli….”
“Buka donk baju atasnya, sayang…biar kamu telanjang kayak timun mas”
“Iya mah, ini Natali buka…”
Aku menelan ludah melihat putriku melepaskan kancingnya satu persatu. Meskipun sebagai seorang ayah, aku sudah pernah melihat tubuhnya, tapi melihatnya bugil sambil kemaluannya di oral oleh istriku terdapat sensai tersendiri.
Setelah Natali meloloskan baju piyamanya, istriku menciumi,,,,,,,,,,,